Refleksi pertemuan ketiga mata
kuliah Filsafat Ilmu bersama Prof. Marsigit, M. A
Kelas Pendidikan Matematika Pascasarjana kelas A
Pertemuan
ketiga kelas Filsafat bersama Prof. Marsigit, M. A pada hari selasa, 25
September 2018 jam 15.30 di ruang 1.1 Gedung Pascasarjana Baru. Seperti pada
pertemuan sebelumnya perkuliahan dimulai dengan susunan bangku berbentuk letter U dan pembelajaran diawali dengan
berdoa menurut kepercayaan masing-masing.
Pada pertemuan ini Pak Marsigit
menjelaskan bahwa filsafat terdiri dari tingkat-tingkat, tingkat yang paling
tinggi adalah tingkat yang pasti/mutlak/absolut/bahasa Tuhan. Dalam filsafat
maka kita ada dalam pikiran kita, dalam spiritual kita ada dihati. Filafat berarti
pola pikir, teorinya adalah “Ada (fatal
dan vital)
mengada (proses)
pengada (hasil)”


Objek filsafat meliputi semua yang ada
dan yang mungkin ada. Untuk menjelaskan konsep “dari yang mungkin ada” Pak
Marsigit mengambil handphone dan bertanya warna handphone pada mahasiswa.
Mahasiswa menjawab bahwa warna handphone adalah hitam. Pak Marsigit menjelaskan
bahwa kita dapat mengatakan warna handphone hitam karena dalam pikiran kita
sudah ada handphone tersebut. Jika
tidak ada pikiran handphone tersebut
dipikiran kita maka kita tidak akan menjawab hitam. Hal ini berarti bahwa kita
mampu menjawab karena kita telah memiliki pikiran atau pengalaman yang telah
terekam dalam memori kita sehingga semua yang tidak ada di pikiran kita pasti
berada di luar pikiran.
Selanjutnya Pak Marsigit bertanya pada
Ibrahim apakah Ibrahim mengetahui nama cucu Pak Marsigit yang paling besar.
Ibrahim menjawab bahwa ia tidak tahu nama cucu Pak Marsigit. Kemudian Pak
Marsigit menjelaskan bahwa ciri-ciri sesuatu ada dalam pikiran adalah bisa
berbicara dan yang ada di luar pikiran itu bisa disentuh, dilihat, dirasa,
dibau. Oleh karena Ibrahim menjawab tidak mengetahui nama cucu Pak Marsigit berarti
dapat dikatakan nama cucu Pak Marsigit tidak ada dalam pikiran Ibrahim. Nama
cucu tersebut sekarang kedudukannya sebagai yang mungkin ada di dalam pikiran. Kemudian
Pak Marsigit meminta mahasiswa untuk merasakan dan membayangkan kondisi pikiran
dimana nama cucunya belum ada dipikiran kita. Ini adalah keadaan dimana pikiran
kita tidak mengandung nama cucu Pak Marsigit yang pertama. Selanjutnya
mahasiswa diminta untuk membandingkan saat pikiran kita sudah ada nama cucu Pak
Marsigit. Dua keadaan dibandingkan dan rasakan prosesnya ketika nama cucu tersebut
mulai mengada di dalam pikiranmu. Kalau engkau sudah bisa menulis nama cucu
saya berarti sudah jadi pengada.
Jadi berfilsafat salah satunya bisa untuk
mensyukuri nikmat Allah. Pak Marsigit menjelaskan bahwa melalui aktivitas tadi
telah membuat keadaan yang tadinya belum ada menjadi ada di dalam pikiran kita.
Nama cucu Pak Marsigit tadi belum ada kemudian menjadi ada. Jadi status nama
tadi sudah berubah dari yang mungkin ada menjadi ada di dalam pikiran. Proses
dari yang mungkin ada menjadi ada ini adalah yang disebut dengan belajar sebab
fungsi belajar adalah mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada di dalam pikiran
dan jika dinaikkan sedikit menjadi ada didalam hati.
Objek filsafat meliputi
yang ada dan yang mungkin ada di pikiran kita. Tapi kalau diekstensikan menjadi
yang ada dan yang mungkin ada di hatimu. Cara mengetahui yang ada dipikiran dan
dihati merupakan perbedaan domain. Persoalan filsafat terbagi menjadi dua,
yaitu memahami apa yang ada di luar pikiran dan menjelaskan apa yang ada di
dalam pikiran. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu menjelaskan
pikirannya. Maka sebenar-benarnya kita tidak ada satu orang pun di dunia yang
mampu menjelaskan pikirannya sendiri, tetapi yang ada hanya berusaha menjelaskan
pikirannya sendiri serta memahami yang diluar pikiran. Pikiran yang ada diluar
kita adalah yang belum kita pikirkan dan jumlah bermilyar pangkat bermilyar maka
sebenar-benar manusia adalah yang mengerti sedikit dan yang mengerti sedikit
tidak akan pernah mengerti. Berdasarkan keterbatasan pemikiran itu manusia
tidak sepantasnya sombong. Sombong berbeda dengan berusaha untuk mengerti
banyak hal. Namun jika orang tersebut mengklaim sudah mengerti banyak hal maka
akan menjadi bencana karena mengaku telah mengerti padahal belum mengerti.
Jika diformalkan, objek
filsafat terdiri dari objek formal dan material. Orang mempelajari filsafat menggunakan
alat, yakni bahasa. Bukan sembarang bahasa, tetapi bahasa analog. Analog tidak
sekedar sama atau ekivalen. Jadi analog adalah konformitas antara dua dunia.
Jadi, dalam filsafat, pikiran itu urusan dunia dan hati urusan akhirat. Hati
adalah doa, spiritualitas, kuasa Tuhan, malaikat, dan surga. Pikiran adalah
urusan dunia seperti memikirkan tentang yang ada didunia. Langit pun bisa saja
hati yang berarti kuasa Tuhan dengan mendalam dalamkan dan meluas luaskan, sampai
sedalam dalamnya dan seluas luasnya sampai tidak ada yang lebih dalam lagi
sesuai dengan kedalaman pikiranmu masing-masing.
Objek filsafat formal
adalah bentuk dan material adalah substansi. Semua di dunia terdiri dari
bentuknya dan isinya. Kita tersenyum, cemberut, tertawa, tegang, serius, santai
adalah memang bentuknya seperti itu. Tetapi substansi adalah apa yang ada dibalik
senyuman, tawa, canda, ceria tersebut. Bentuk dan substansi bertingkat-tingkat.
Dari jauh bentukmu itu titik, agak dekat lagi garis, lebih dekat lagi garis,
dan dekat lagi gunung.
Wadah selalu punya isi
dan tidak ada isi tanpa wadah, begitu pun sebaliknya. Ternyata wadah itu isi
dan isi itu wadah sehingga semua itu analog. Wadahnya analog, begitu pun isinya
analog. Contohnya, wadah itu analog dengan rumus. Rumus itu analog
metafisik. Kalau wadahnya itu fatal,
isinya vital. Wadah analog dengan takdir, dan isi analog dengan vital, vital
itu analog dengan ikhtiar. Takdir itu memilih, ikhtiar itu dipilih. Takdir
adalah wadah kita dan isinya adalah ikhtiarmu atau vital. Jadi unsur dasar
dunia adalah wadah dan isi. Unsur dasar dunia adalah takdir dan ikhtiar. Takdir
itu dipilih berarti sudah maka takdir itu sudah, yang belum adalah ikhtiar. Ditingkatkan
ke spiritualitas maka semua adalah takdir, wadahnya adalah kuasa Tuhan maka kuasa
Tuhan itu wadah utama dan pertama.
Tidak ada orang yang
dapat menunjuk dirinya sendiri. Hanya Tuhan sajalah yg bisa sama dengan dirinya
sendiri, sama dengan namaNya. Prinsip hidup adalah aku tidak sama dengan
aku. Prinsip di dunia ini adalah
kontradiksi karena aku tidak sama dengan aku. Karena terikat oleh ruang dan
waktu. Ruang dan waktu kita berpikir profesional, eksperimen. Bagaimana dunia
ini kalau tidak ada ruang hanya waktu saja maka dunia akan kiamat, begitu pun
sebaliknya. Jadi fatal dan vital itu potensi semuanya. Manusia, binatang,
tumbuhan bisa tumbuh karena ada potensi fatal dan vital.
No comments:
Post a Comment