Monday, November 12, 2018

REFLEKSI FILSAFAT PERTEMUAN KE ENAM


Refleksi pertemuan keenam filsafat Ilmu bersama Prof. Marsigit, M. A
Kelas  Pendidikan Matematika Pascasarjana kelas A

Pertemuan keenam kelas Filsafat bersama Prof. Marsigit, M. A pada hari selasa, 16 Oktober 2018 jam 15.30. Pertemuan ini diawali dengan berdoa dan dilanjutkan dengan tes singkat berjumlah 20 nomor yang banyak mahasiswa S2 kelas A sulit untuk menjawab dan kebanyakan mendapat nilai nol. Setelah melakukan tes singkat program nolisasi dilanjutkan dengan pertanyaan dari mahasiswa kelas A kepada Pak Marsigit.  
Pertanyaan pertama dari Mas Totok yang menanyakan apa itu stigma? Berdasarkan pertanyaan tersebut Pak Marsigiti menjawab bahwa stigma itu adalah gejala bahasa. Bahasa  dimulai dari batu sampai langit sampai akhirat maka sebenar-benar dirimu adalah bahasamu. Kita mau menjadi baik atau buruk tergantung dari ucapan kita sendiri. Sama halnya dengan pepatah yang mengatakan “Mulutmu adalah harimaumu”, sehingga hidup dan mati manusia tergantung dari bahasanya. Bahasa terdiri dari dua bahasa sehat dan bahasa sakit. Contoh bahasa sehat seperti nasihat dan contoh bahasa sakit seperti hoax (kebohongan). Segala sesuatu itu adalah bahasa, ibadah itu bahasa, wajahmu adalah bahasa, segalanya adalah bahasa.
Jika tidak ada bahasa maka semuanya akan menjadi tidak jelas dan kacau. Bahasa yang digunakan diakhir zaman ini adalah bahasa seperti jurnal, tesis dan juga hasil penelitian. Bahkan tertawa pun termasuk dalam bahasa. Jadi stigma itu bahasa, biasanya stigma itu berkonotasi negatif. Stigma itu melabelkan keadaan dengan bahasa. Satu kata itu bisa menyebabkan kehancuran. Stigma itu determin menjatuhkan sifat, jadi keadaan yang satu dijatuhkan dengan keadaan yang lain.
Pemberian stigma bisa terjadi dengan sadar atau tanpa sadar. Kejadian yang sering terjadi sekarang adalah banyak yang beramai-ramai menstigma kan seseorang akan kebenaran yang diungkapnya. Stigma disini seperti fitnah dan hujatan kepada seseorang yang sebetulnya menjadi sesuatu lebih kejam daripada pembunuhan. Maka harus hati-hati dalam menjatuhkan stigma kepada orang lain. Dengan menjatuhkan stigma bisa menjadi pembunuhan karakter kepada seseorang.
Oleh karena stigma bisa terjadi sadar atau tidak maka stigma memiliki cara kerjanya. Cara kerja stigma adalah menggunakan pikiran karena stigma adalah bahasa dan bahasa adalah pikiran. Bahasa dapat mengubah pikiran orang lain. Berbahaya pada orang yang tidak memiliki pikiran yang positif akan mudah terpengaruh stigma. Seberapa pun bahasa tidak akan mungkin mengejar pikiran. Jadi sistem kerjanya stigma sama dengan sistem kerja pikiran. Sehingga ternyata dunia ini persis seperti yang kita pikirkan, persis seperti yang kita rasakan, persis seperti kita lihat, persis seperti yang kita raba. Jadi kita menganggap sesuatu itu baik atau buruk tergantung pikiran. Maka biasakanlah untuk berpikiran positif. Berpikir positif bukanlah stigma.
 Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana stigma itu datang? Sebesar-besar godaan manusia adalah bagi mereka yang berkuasa. Godaannya ialah menggunakan kekuasaan, yang salah satunya adalah memproduksi stigma. Bahkan stigma itu bisa berasal dari kegiatan gibah atau gosip yang biasa manusia lakukan sehari-hari. Maka kita harus sangat berhati-hati tentang stigma, jangan sampai tanpa disadari kita menjatuhkan stigma pada orang lain.
Apakah dengan sekedar lelucon diselingi ungkapan negatif juga adalah stigma?  Negatif itu ada batasanya begitu pula dengan lelucon harus ada batasannya. Batasnya itu adalah ruang dan waktu yang ada dan yang mungkin ada. Lelucon itu batasannya adalah ketidak lucuan bagi orang lain. Mungkin saja sebuah lelucon bisa kita anggap lucu padahal bagi orang lain tidak lucu. Jadi sesuai ajaran agama lebih baik mengerjakan sesuatu yang bermanfaat.
Pertanyaan selanjutnya apa hubungan antara intuisi dan budaya matematika? Seperti bahasa, stigma adalah segalanya maka intuisi juga adalah segalanya karena intuisi  adalah ruang dan waktu. Ruang tidak berarti jika tidak ada waktu begitu pula sebaliknya. Kita merugi karena tidak bisa mengabadikan setiap kejadian dalam hidupnya. Hal itu menyebabkan ruang dan waktu yang hilang, Tuhan memiliki rekamannya. Jadi setiap perilaku manusia  terlihat oleh Tuhan.
Budaya adalah kebiasaan yang menghasilkan peradaban. Artinya kebiasaan dari sekelompok masyarakat yang menghasilkan peradaban. Budaya itu mencerdaskan dan sumber atau asal dari intuisi. Sehingga sebenar-benar intuisi adalah pengalaman. Jadi pengalaman  adalah ruang dan waktu.
Pertanyaan selanjutanya dari Restu tentang apa definisi orang hebat atau orang besar menurut Pak Marsigit? Pak Marsigit menjelaskan bahwa setiap orang memilki kehebatan masing-masing karena tiap orang berbeda dengan orang lain. Sebenar-benar hebat adalah keunikan dari tiap orang. Jadi, konsep mengenai orang hebat yang harus kita pahami bahwa nilai kita adalah keunikan kita. Dalam filsafat orang yang hebat adalah orang yang pandai. Sebenar-benar orang yang pandai adalah yang pikiran dan hatinya sesuai dengan ruang dan waktu. Hati dan pikiran yang sesuai ruang dan waktunya  adalah doanya. Doanya adalah sesuai ruang dan waktunya.
Pertanyaan selanjutnya mengenai elegi pemberontakan para berhenti. Berhenti itu tidak mau berhenti atau pemberontakan. Karena berhenti itu hanya mitos, tidak ada istilah berhenti itu.
Oleh karena kita hidup bermasyarakat sehingga bagaimana agar tidak terjebak dalam Hoax? Cara untuk terhindar adalah diniatkan dalam hati. Setinggi-tinggi niat adalah niat karena Tuhan. Setelah niat selanjutnya diikhtiarkan dengan perbuatan kemudian dipelajari dengan ilmunya setelah itu punya keterampilan dan pengalaman. Orang yang mempunyai pengalaman akan mengerti mana yang hoax dan bukan. Berusaha memahami keadaan dengan diri kita memiliki pegangan mana yang benar akan melindungi kita dari perbuatan hoax.
Seperti halnya menghindari hoax lalu bagaimana agar tidak terjebak dalam kesalahan fikir? Kita tidak bisa menghindari kesalahan fikir karena semua fikir itu salah ketika ruang dan waktunya sudah bergeser. Jadi sebenar-benar tidak terjebak itu kalau masih tetap terisolasi di dalam fikiranmu sendiri tanpa dikenai beban ruang dan waktu. Tetapi jika engkau pikirkan, saat engkau pikirkan itu sudah terikat ruang dan waktu.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana filsafat memandang kodrat seorang wanita? Wanita dan laki-laki adalah sifat. Sifat yang satu dengan sifat yang lain. Maka antara wanita dan laki-laki itu memiliki perbedaan sifat, jangankan laki-laki wanita, bahkan antara wanita dengan wanita pun berbeda-beda. Jika ditingkatkan laki maka wanita dan pria spiritualnya sesuai dengan ketentuan kitab suci.
Pertanyaan akhir dari pertemuan ini adalah apa itu noumena? Dunia terbagi menjadi dua, yaitu sebagian langit diatas dan sebagian yang dibawah adalah bumi. Sedangkan yang tidak bisa dibagi adalah akhirat. Semua yang dibumi adalah realita yaitu semua pikiran dan perasaan kita. Sedangkan yang setengahnya lagi adalah fenomena yaitu kenyataan ditambah perasaan kita yang bisa kita rasakan dan pikirkan. Selebihnya adalah noumena seperti jiwa, arwah dll. Karena kita tidak bisa memikirkannya hanya lewat hati dan perasaan.    

No comments:

Post a Comment