Refleksi pertemuan
keenam filsafat Ilmu bersama Prof. Marsigit, M. A
Kelas Pendidikan Matematika Pascasarjana kelas A
Pertemuan keenam kelas Filsafat bersama Prof.
Marsigit, M. A pada hari selasa, 16 Oktober 2018 jam 15.30. Pertemuan ini diawali dengan berdoa dan dilanjutkan dengan tes singkat
berjumlah 20 nomor yang banyak mahasiswa S2 kelas A sulit untuk menjawab dan
kebanyakan mendapat nilai nol. Setelah melakukan tes singkat program nolisasi
dilanjutkan dengan pertanyaan dari mahasiswa kelas A kepada Pak Marsigit.
Pertanyaan pertama dari Mas Totok yang menanyakan apa
itu stigma? Berdasarkan pertanyaan tersebut
Pak Marsigiti menjawab bahwa stigma itu adalah gejala
bahasa. Bahasa dimulai dari batu sampai
langit sampai akhirat maka sebenar-benar dirimu adalah bahasamu. Kita mau
menjadi baik atau buruk tergantung dari ucapan kita sendiri. Sama halnya dengan
pepatah yang mengatakan “Mulutmu adalah harimaumu”, sehingga hidup dan mati
manusia tergantung dari bahasanya. Bahasa terdiri dari dua bahasa sehat dan
bahasa sakit. Contoh bahasa sehat seperti
nasihat dan contoh bahasa sakit seperti hoax (kebohongan). Segala sesuatu
itu adalah bahasa, ibadah itu bahasa, wajahmu adalah bahasa, segalanya adalah
bahasa.
Jika tidak ada bahasa maka semuanya akan menjadi
tidak jelas dan kacau. Bahasa yang
digunakan diakhir zaman ini adalah bahasa seperti
jurnal, tesis dan juga hasil penelitian. Bahkan tertawa pun termasuk dalam
bahasa. Jadi stigma itu bahasa, biasanya stigma itu berkonotasi negatif. Stigma
itu melabelkan keadaan dengan bahasa. Satu kata itu bisa menyebabkan
kehancuran. Stigma itu determin menjatuhkan sifat, jadi keadaan yang satu
dijatuhkan dengan keadaan yang lain.
Pemberian stigma bisa terjadi dengan sadar atau tanpa
sadar. Kejadian yang sering terjadi sekarang adalah banyak yang beramai-ramai
menstigma kan seseorang akan kebenaran yang
diungkapnya. Stigma disini seperti
fitnah dan hujatan kepada seseorang yang sebetulnya
menjadi sesuatu lebih kejam daripada pembunuhan. Maka harus
hati-hati dalam menjatuhkan stigma kepada orang lain. Dengan menjatuhkan stigma
bisa menjadi pembunuhan karakter kepada seseorang.
Oleh karena stigma bisa terjadi sadar atau tidak maka
stigma memiliki cara kerjanya. Cara kerja stigma
adalah menggunakan pikiran karena stigma adalah bahasa dan bahasa adalah
pikiran. Bahasa dapat mengubah pikiran
orang lain. Berbahaya pada orang yang tidak memiliki pikiran yang positif akan
mudah terpengaruh stigma. Seberapa pun bahasa
tidak akan mungkin mengejar pikiran. Jadi sistem kerjanya stigma sama dengan
sistem kerja pikiran. Sehingga ternyata dunia ini persis seperti yang kita pikirkan,
persis seperti yang kita rasakan, persis seperti kita lihat, persis seperti yang
kita raba. Jadi kita menganggap sesuatu itu baik atau buruk tergantung pikiran.
Maka biasakanlah untuk berpikiran positif. Berpikir positif bukanlah stigma.
Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana stigma itu datang?
Sebesar-besar godaan manusia adalah bagi mereka yang berkuasa. Godaannya ialah
menggunakan kekuasaan, yang salah satunya adalah memproduksi stigma. Bahkan
stigma itu bisa berasal dari kegiatan gibah
atau gosip yang biasa manusia lakukan sehari-hari.
Maka kita harus sangat berhati-hati tentang stigma, jangan sampai tanpa
disadari kita menjatuhkan stigma pada orang lain.
Apakah dengan sekedar lelucon diselingi ungkapan negatif
juga adalah stigma? Negatif itu ada batasanya begitu pula dengan
lelucon harus ada batasannya. Batasnya itu adalah ruang dan waktu yang ada dan
yang mungkin ada. Lelucon itu batasannya adalah ketidak lucuan bagi orang lain.
Mungkin saja sebuah lelucon bisa kita anggap lucu padahal bagi orang lain tidak
lucu. Jadi sesuai ajaran agama lebih baik mengerjakan sesuatu yang bermanfaat.
Pertanyaan selanjutnya apa hubungan antara intuisi dan budaya matematika? Seperti
bahasa, stigma adalah segalanya maka intuisi juga adalah segalanya karena
intuisi adalah ruang dan waktu. Ruang tidak berarti jika tidak ada
waktu begitu pula sebaliknya. Kita merugi
karena tidak bisa mengabadikan setiap kejadian dalam hidupnya. Hal itu
menyebabkan ruang dan waktu yang hilang, Tuhan memiliki rekamannya. Jadi setiap
perilaku manusia terlihat oleh Tuhan.
Budaya adalah kebiasaan yang menghasilkan peradaban.
Artinya kebiasaan dari sekelompok masyarakat yang menghasilkan peradaban.
Budaya itu mencerdaskan dan sumber atau asal dari intuisi. Sehingga
sebenar-benar intuisi adalah pengalaman. Jadi pengalaman adalah ruang dan waktu.
Pertanyaan
selanjutanya dari Restu tentang apa definisi orang
hebat atau orang besar menurut Pak Marsigit? Pak Marsigit menjelaskan bahwa
setiap orang memilki kehebatan
masing-masing karena tiap orang berbeda
dengan orang lain. Sebenar-benar hebat adalah keunikan
dari tiap orang. Jadi, konsep mengenai orang
hebat yang harus kita pahami bahwa nilai kita adalah keunikan kita. Dalam
filsafat orang yang hebat adalah orang yang pandai. Sebenar-benar orang yang
pandai adalah yang pikiran dan hatinya sesuai dengan ruang dan waktu. Hati dan
pikiran yang sesuai ruang dan waktunya
adalah doanya. Doanya adalah sesuai ruang dan waktunya.
Pertanyaan selanjutnya mengenai elegi pemberontakan
para berhenti. Berhenti itu tidak mau berhenti atau pemberontakan. Karena
berhenti itu hanya mitos, tidak ada istilah berhenti itu.
Oleh karena kita hidup bermasyarakat sehingga bagaimana
agar tidak terjebak dalam Hoax? Cara untuk terhindar adalah diniatkan dalam
hati. Setinggi-tinggi niat adalah niat karena Tuhan. Setelah niat selanjutnya
diikhtiarkan dengan
perbuatan kemudian dipelajari dengan ilmunya setelah itu punya keterampilan dan
pengalaman. Orang yang mempunyai pengalaman akan mengerti mana yang hoax dan
bukan. Berusaha memahami keadaan dengan diri kita memiliki
pegangan mana yang benar akan melindungi kita dari perbuatan hoax.
Seperti halnya menghindari hoax lalu bagaimana
agar tidak terjebak dalam kesalahan fikir? Kita tidak bisa menghindari
kesalahan fikir karena semua fikir itu salah ketika ruang dan waktunya sudah
bergeser. Jadi sebenar-benar tidak terjebak itu kalau masih tetap terisolasi di
dalam fikiranmu sendiri tanpa dikenai beban ruang dan waktu. Tetapi jika engkau
pikirkan, saat engkau pikirkan itu sudah terikat ruang dan waktu.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
filsafat memandang kodrat seorang wanita?
Wanita dan laki-laki adalah sifat. Sifat
yang satu dengan sifat yang lain. Maka antara wanita dan laki-laki itu memiliki
perbedaan sifat, jangankan laki-laki wanita, bahkan antara wanita dengan wanita
pun berbeda-beda. Jika ditingkatkan laki maka wanita dan pria spiritualnya
sesuai dengan ketentuan kitab suci.
Pertanyaan akhir dari pertemuan ini adalah apa
itu noumena? Dunia terbagi menjadi dua, yaitu sebagian langit diatas dan sebagian yang dibawah adalah
bumi. Sedangkan yang tidak bisa dibagi adalah akhirat. Semua yang dibumi adalah realita yaitu
semua pikiran dan perasaan kita. Sedangkan yang setengahnya lagi adalah
fenomena yaitu kenyataan ditambah perasaan kita yang bisa kita rasakan dan
pikirkan. Selebihnya adalah noumena seperti jiwa, arwah dll. Karena kita tidak
bisa memikirkannya hanya lewat hati dan perasaan.